Taman Laut Bunaken

Salah satu dari surga dari lautan yang ada di Indonesia

Parrotfish

Ikan Berparuh burung, yang bisa memecah invertebrata kecil di lautan

Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang

Sabtu, 16 September 2017

Tata Cara Pembuatan SKCK

Membuat SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) itu Mudah dan Cepat....




Ilustrasi


Surat Berkelakuan baik ataupun track record selama menjadi warga negara  taat hukum akan dicatat pihak kepolisian yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau SKCK. Pembuatan SKCK biasanya diperlukan sebagai salah satu syarat untuk melamar pekerjaan,  masuk instansi perguruan tinggi ataupun yang lainnya, tak terkecuali melamar calon istri lho ya... itu jika dibutuhkan :D.

Baiklah, ini merupakan pengalaman dari penulis pribadi, jika ada perbedaan mungkin beda tempat :) atau beda keberuntungan :D. 
Berikut akan dipaparkan tata cara pembuatan SKCK sesuai ilustrasi diatas :
  • Pertama, pemohon ke balai desa untuk surat pengantar;
  • Kedua, Lengkapi berkas persyaratan (Sesuai arahan oleh sekretaris desa : FC KTP, FC KK, FC Akta Kelahiran, Pas Foto Background Merah uk.4x6 sebanyak 6 lembar);
  • Selanjutnya, pemohon ke POLSEK setempat (Kantor Polisi Kecamatan). Pihak Kepolisian memeriksa berkas dan memberikan formulir;
  • Setelah selesai pengisian formulir, maka pihak kepolisian segera menerbitkan SKCK dengan pengecekan data yang sesuai tentunya.

Lalu, Apakah ada biayanya? Yups, sesuai Peraturan Pemerintah no. 60 th 2016 tentang PNPB maka pemohon dikenai biaya administrasi Rp 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah). Setelah selesai maka anda mendapatkan SKCK.

Prosesnya Mudah dan Cepat bukan?
Oh ya, sumber dari laman web POLRI juga ada tata cara pembuatan SKCK secar online lho... Tapi penulis belum mencobanya sih hehe... Mungkin yang berpengalaman bisa komen  :)

Ilustrasi Permohonan SKCK Online



Terimakasih, semoga bermanfaat :)

Sumber :
dan Pengalaman Pribadi

Jumat, 08 September 2017

Siklus Produksi Udang Vannamei (Litopanaeus vannamei)

Siklus Prduksi udang vaname secara garis besar dimulai dari persediaan benih, Indukan, Pembenihan atau Penetasan telur (hatchery), Pembibitan (tokolan) dan Pembesaran. Nah, dari beberapa siklus produksi tersebut seperti dikutip dari FAO memiliki skema siklus produksi udang vaname. Skema tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Ok, mari kita bahas beberapa tahapan dalam produksi udang vaname, dimulai dari


Awal Persediaan Benih


Pada mulanya, benih ditangkap secara liar di alam untuk di budidayakan secara ekstensif di Amerika Latin hingga tahun 1990an akhir. Selanjutnya, dilakukan domestikasi dan program seleksi genetik sebagai usaha penyediaan benih PL secara konsisten yang unggul, tahan dan / atau bebas penyakit yang digunakan pada pembenihan. Beberapa benih dikirim ke Hawai pada tahun 1989 sehingga menghasilkan produksi garis SPF dan SPR, yang mengarah ke industri di Amerika Serikat dan Asia.


Pemijahan Induk Udang vanname


Masih dikutip dari FAO, ada 3 asal induk dilakukan untuk pemijahan induk, yaitu :

  1. Secara alami, induk ditangkap dilaut dengan kriteria berumur 1 tahun dan berat lebih dari > 40gram.
  2. Udang yang didapatkan dari tambak pembesaran (setelah 4-5 bulan; berat 15-2 gram), dipelihara kembali selama 2-3 bulan dan kemudian dipelihara ke kolam pematangan induk pada umur > 7 bulan dengan berat 30-35 gram.
  3. Membeli dari induk SPF/SPR dari Amerika Serikat pada usia 7-8 bulandan berat 30-40 gram.


Induk yang tersedia kemudian dipelihara pada kolam pematangan gonad diruang gelap dengan air laut bersih dan sudah di filter sebelumnya. Pakan yang diberikan berupa pakan segar. Salah satu mata dari masing-masing induk berina dilakukan ablasi (dipotong) dengan tujuan untuk mempercepat pematangan gonad secara berulang. Induk betina reproduksi efektif berumur 8-10 bulan, sementara jantan mencapai puncak pada> 10 bulan. Tingkat pemijahan terjadi 5-15 persen / malam, tergantung pada sumber induk. Setelah Induk betina melepaskan telur atau memijhan kemudian dilakukan pemindahan pada kolam terpisah (untuk menghindari penularan penyakit). Sore berikutnya, nauplii sehat tertarik oleh pada cahaya, dikumpulkan dan dibilas dengan air laut. Mereka kemudian didesinfeksi dengan yodium dan / atau formalin, dibilas lagi, dihitung dan dipindahkan ke bak penampungan atau langsung ke bak pemeliharaan larva.

Produksi Benih / Hatchery


Pada pembenihan dimulai dari stadia naupli, bak pemeliharaan bisa berupa kolam datar atau lebih baik menggunakan bak berbentuk 'V' atau 'U' dengan volume 4 hingga 100 m3, terbuat dari beton, fiberglass atau berbahan plastik. Pemeliharaan larva dilakukan hingga PL10-12 (ukuran rata-rata >60%). Pergantian air secara terartur dilakukan sebanyak 10-100% setiap hari untuk menjaga lingkungan yang baik. Pakan alami yang diberikan berupa mikroalga (chaetoceros; skeletonema; talassiora) dan Artemia, ditambah pakan buatan encapsule mikroba baik cair atau kering. Penetasan hingga PL12 dibutuhkan waktu sekitar 21 hari hingga panen benih. Upaya untuk mengurangi kontaminasi bakteri/ patogen terhadap fasilitas larva maka dilakukan desinfeksi, pengelolaan air masuk, penyaringan atau klorinisasi, desinfeksi naupli, pergantian air dan penggunaan probiotik.

Pembibitan atau Pentokolan


Pada kebanyakan petani, pembibitan atau petokolan lebih sedikit dilakukan karena pada kondisi ini, PL-12 sudah termasuk daya tahan kuat sehingga langsung dilakukan pada budidaya pembesaran. Petokolan sendiri biasanya dilakukan pada bak beton atau tambak biasa selama 1 - 5 minggu.



Pembesaran


Pembesaran udang vaname terbagi atas 4 sistem yaitu extensif (tradisional), semi-intensif, intensif dan super intensif. Lalu.... Apa perbedaan antara sistem budidaya extensif (tradisional), semi-intensif, intensif dan super intensif?

Baiklah... untuk pertanyaan tersebut akan dibahas lebih lanjut pada postingan selanjutnya... sabarrr :D

Terimakasih, semoga membantu.


Sumber : FAO

Rabu, 06 September 2017

Habitat dan Tingkah Laku Udang WIndu (Panaeus monodon)


Habitat dan Tingkah Laku Udang Windu



Habitat udang windu (P. monodon) adalah laut dan dikenal sebagai penghuni dasar laut. Namun hanya udang windu dewasa yang mencari tempat yang dalam di tengah laut. Saat muda, udang windu (P. monodon) berada di perairan yang dangkal di tepi pantai, bahkan ada yang memasuki muara sungai dan tambak berair payau. Udang termasuk hewan euryhaline (dapat mentolelir kisaran salinitas yang luas). Udang windu dapat hidup pada salinitas 3 -  35 ppt. Selain bersifat euryhaline, udang windu juga bersifat eurythermal yaitu hewan yang dapat mentolelir perubahan suhu yang luas. Goncangan suhu yang besar dimedia kultur, terutama ditambak pada musim kemarau, yaitu pada siang hari suhu mencapai 32 0C dan pada malam hari suhu menurun menjadi 22 0C masih dapat ditolelir oleh udang, walaupun pada kondisi demikian, udang sensitif terhadap serangan penyakit (Ghufron, 2010).
Semua udang memiliki sifat alami yang sama, yakni aktif dalam kondisi gelap (nocturnal), baik aktifitas untuk mencari makan dan reproduksi. Beberapa indra yang digunakan udang untuk mendeteksi makanan adalah penglihatan (sight), audiosense, thermosense dan chemosense. Berdasarkan keempat indra tersebut chemosense atau chemoreseptor merupakan alat yang paling peka untuk mendeteksi pakan yang diberikan. Udang pada saat mencari makan lebih mengandalkan indera perasa seperti antenna flagella, rongga mulut, kaki jalan (pereipoda), carapace dari pada indra penglihatan (Sumeru dan Suzy, 1992).
Udang pada siang hari hanya membenamkan diri pada lumpur maupun menempelkan diri pada suatu benda yang terbenam dalam air. Apabila keadaan lingkungan tambak cukup baik, udang jarang sekali aktif bergerak diwaktu siang hari. Apabila pada suatu tambak udang tampak aktif bergerak di waktu siang hari, hal tersebut merupakan tanda bahwa ada yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang, kadar garam meningkat, temperatur meningkat, kadar oksigen menurun ataupun timbulnya senyawa-senyawa beracun (Suyanto dan Mujiman, 2004).


KEPUSTAKAAN

Ghufran, M. 2010. Pakan Udang: Nutrisi, Formulasi, Pembuatan, dan Pemberian. Akademia. Jakarta. 102 hlm.

Sumeru, S.U dan S. Anna. 1992. Pakan Udang Windu (Penaeus monodon)., Yogyakarta: Kanisius.

Suyanto, R. dan Mujiman, A. 2004. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta. 211 hlm.

Jumat, 01 September 2017

Anatomi Moluska Kelas Chepalopoda

Moluska sendiri merupakan  hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak. Ke dalamnya termasuk semua hewan lunak dengan maupun tanpa cangkang, seperti berbagai jenis siput, kiton, kerang-kerangan, serta cumi-cumi dan kerabatnya.

Moluska merupakan filum terbesar kedua dalam kerajaan binatang setelah filum Arthropoda. Saat ini diperkirakan ada 75 ribu jenis, ditambah 35 ribu jenis dalam bentuk fosil. Moluska hidup di laut, air tawar, payau, dan darat. Dari palung benua di laut sampai pegunungan yang tinggi, bahkan mudah saja ditemukan di sekitar rumah kita.


Bagaimana ciri moluska dari kelas chepalopoda?

MOLUSCA dari kelas Cephalpoda memiliki :


  •  Saluran pencernaan yang lengkap
  •  Enzym dan kelenjar pencernaan 
  •   Struktur memakan yang khas 
  •  Shell lunak, dan tentacle sebagai tangan


  Sistem peredaran darah

  •     - Jantung terdiri dari 2 bilik
  •     - Peredaran darah sistem tertutup

 Coelom  terbatas pada pericardium (pada sebagian molusca)

Apa saja contohnya?

Octopus briareus

Giant cuttlefish (Sepia latimanus)


Nautilus sp

Octopus sp



Langsung saja, berikut merupakan anatomi dari chepalopoda :







Baiklah, cukup demikian sedikit uraian tentang anatomi chepalopoda. Apabila ada tambahan info bisa di komen ya gan... Terimakasih