Baiklah, sesuai judul maka ada penjelasan nih, sebelumnya pesan penulis ada baiknya kalau di baca secara teliti dan mohon tetap membaca kepustakaan yang asli untuk menghindari seputar plagiatism dan jangan asal COPAST ya, hehe
Yosshh.... Berikut bisa dibaca :
Benur atau larva udang yang diperoleh dari alam dapat dibedakan
berdasarkan ukurannya, yaitu benur halus yang disebut (post larva) dan
benur kasar (juvenil). Benur (post larva) biasanya terdapat di
tepi-tepi pantai, bersifat pelagis dengan warna coklat kemerahan dengan panjang
9-15 mm. Benur (juvenil) biasa terdapat muara-muara sungai ataupun
terusan-terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam di dekat
dasar perairan. Antena berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau
hijau kebiruan (Purnamasari, 2008).
Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dari
persyaratan hidup dalam stadia daur hidupnya. Udang windu bersifat euryhaline
yaitu mampu hidup di laut dengan salinitas tinggi hingga perairan payau
yang bersalinitas rendah. Udang windu juga bersifat bentik, hidup pada
permukaan dasar laut yang terdiri dari campuran lumpur dan pasir. Udang mampu membenamkan diri pada lumpur dan
menempelkan diri pada sesuatu benda yang terbenam dalam air pada siang hari.
Keadaan lingkungan yang tidak sesuai mengakibatkan udang bergerak aktif di
siang hari. Ketidaksesuaian disebabkan oleh jumlah makanan yang kurang, kadar
garam perairan meningkat, suhu meningkat, kadar oksigen menurun, ataupun karena
timbulnya senyawa-senyawa beracun (Pangaribuan, 2011).
Menurut Sutanti (2009), selama siklus hidupnya larva
udang windu mengalami beberapa perubahan bentuk atau pergantian stadia.
Perkembangan larva diawali dari stadia nauplius yang terjadi setelah telur
menetas. Telur udang akan menetas menjadi naupli setelah 14-15 jam. Naupli
masih mengandalkan kuning telur sebagai sumber energi dan belum mengambil pakan
dari luar. Naupli bermetamorfosis menjadi zoea setelah 30-35 jam kemudian.
Naupli yang baru menetas memiliki panjang tubuh 0.31-0.33 mm dengan proses pergantian
kulit sebanyak 6 kali. Sesaat kuning telur mulai habis pada stadia zoea,
sehingga dibutuhkan diatom sebagai makanannya. Setelah melalui 3 kali moulting
(4-5 hari), zoea berubah menjadi mysis. Pada stadia mysis mengalami 3 kali moulting
(3-5) hari sampai mencapai stadia pasca larva. Stadia pasca larva mulai mampu
makan hewan kecil yang aktif berenang dan pergerakannya lambat seperti Artemia.
Larva udang sampai PL-5 masih bersifat planktonik dan mulai besifat bentik pada
stadia PL-6.
Siklus Hidup Udang Windu. (Darmono didalam Pangaribun, 2011)
Udang windu mengalami lima kali perubahan yaitu embryo,
larva, juvenile young (muda), immature (belum dewasa), dan mature
(dewasa). Masa embryo merupakan masa setelah terjadi pembuahan, kemudian
periode larva dimulai setelah telur menetas. Pada periode juvenile
semua organ tubuh larva telah terbentuk. Pada periode juvenil, udang bermigrasi
ke daerah mulut sungai atau daerah yang terlindung dan didaerah ini
udang pada periode juvenile tumbuh menjadi udang muda (young).
Migrasi udang dari mulut sungai menuju laut lepas, menunjukkan bahwa
udang tersebut menuju masa kedewasaan (Pangaribuan, 2011).
KEPUSTAKAAN
Pangaribuan, Margaretha. 2011.
Uji Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Mortalitas Ektoparasit Benih Udang Windu
Stadia Post Larva 15 Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. [SKRIPSI]. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
Purnamasari,G.H.
2008. Analisis Permintaan Benur Udang Windu Di Kecamatan Pasekan, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat. [SKRIPSI]. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Sutanti,Asri.2009.
Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik Vibrio Skt-B Melalui Artemia Dengan
Dosis Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Pasca Larva
Udang Windu Penaeus Monodon.
[SKRIPSI]. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Good, thank you :).
BalasHapus